Kamis, 11 Agustus 2016
Home »
» HIPERSENSITIVITAS ATAU ALERGI
HIPERSENSITIVITAS ATAU ALERGI
Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas.
Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas tipe I atau disebut juga dengan reaksi cepat, reaksi alergi atau reaksi anafilaksis ini merupakan respon jaringan yang terjadi akibat adanya ikatan silang antara alergen dan IgE. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonasi, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat menimbulkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Berikut mekanisme umum dari reaksi tersebut :
• Alergen berkaitan silang dengan IgE
• Sel mast dan basofil mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator kimiawi lainnya
• Timbul manifestasi
Manifestasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi ini adalah berupa anafilaksis, urtikaria, asma bronchial, atau dermatitis. Uji diagnortik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan atau intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (penyebab alergi) yang dicurigai.
Hipersensitivitas Tipe II
Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh antibodi yang berupa Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks rkstraseluler. Reaksi ini dapat disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atua reaksi sitolitik. Kerusakan yang ditimbulkan akan terbatas atau spesifik pada sel atauu jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen atau reaksi silang yang berkaitan dengan antibodi sel, sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II yaitu sebagai berikut :
• Pemfigus , IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler diantara sel epidermal
• Anemia Hemolitik Autoimun, dipicu oleh obat-obatan seperti pensilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berkaitan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah
• Sindrom Goodpasture, IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus, sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal
Mekanisme singkat dari reaksi hipersensitivitas tipe II adalah sebagai berikut :
• IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel
• Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atua antibodi
• Pengeluaran mediator kimiawi
• Timbul manifestasi (anemia hemolitik autoimun, eritoblastosis fetalis, sindrom Good Pasture atau pemvigus vulgaris)
Hipersensitivitas Tipe III
Hipersensitivitas tipe II merupakan hipersensitivitsa kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, komleks antigen-anibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya dagosit. Namun terkadang kehadiran bakteri, virus, lingkungan anatu antigen seperti spora fungi, bahan sayuran, dan hewan yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut, sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus menerus. Pengendapan antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan didalam saluran kecil, sehingga dapat memengaruhi beberapa organ seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak. Secara umum, mekanisme reaksi tipe III ini adalah :
• Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang sulit difagosit
• Mengaktifkan komplemen
• Menarik perhatian Neutrofil
• Pelepasan enzim lisosom
• Pengeluaran mediator kimiawi
• Timbul manifestasi, seperti reaksi Arthus, serum sickness, LES, AR, Glomerulonefritis, dan penumonitis.
Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delay-tipe). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Dalam reaksi ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis. Reaksi ini dibedakan menjadi beberapa reaksi, seperti Tuberkulin, reaksi inflamasi granulosa, dan reaksi penolakan transplant. Mekanisme reaksi ini secara umum adalah sebagai berikut :
• Limfosit T tersensitasi
• Pelepasan sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel T langsung
• Timbul menifestasi (tuberkulosis, dermatitis kontak, dan reaksi penolakan transplant).
0 komentar:
Posting Komentar